Jumat, 27 November 2015

Pada 27 ke-27

Hai, Partner! Menyenangkan sekali bisa punya partner seperti kamu. Sekarang, kalau baca novel dan meneliti karakteristik tokoh lelakinya, selalu ingatan kembali ke kamu. Ya, apakah semua yang pernah saya angan-angankan ketika membaca novel sekarang menjadi nyata? Jadi, tiap membaca novel roman rasanya basi. Fiksi yang seperti itu sudah menjadi nyata dalam hidup saya sejauh ini.

Mari saya biarkan memori ini memutar balik apa yang terjadi selama dua-puluh-delapan bulan…

Ah, kita tidak senormal pasangan lain, ya! Dan kita selalu merasa bangga akan hal itu. Yah, meskipun kamu sering menuntut hal-hal “normal” seperti yang lain, tapi tentu saya tidak senormal perempuan lain. Ha ha ha. Apakah saya juga sering menuntut hal “normal”? Apakah kamu menurutinya? Hmm… Kalau saja iya, itu artinya jiwa menjadikan fiksi sebagai nyata saya ternyata masih kuat. Seperti anak kecil.

Secara harfiah maupun istilah, bukannya kita memang berbeda? :p

Sepertinya angan-angan saya pada peringatan yang ke-28 ini masih sama –atau berbeda– entahlah. Saya hanya ingin menaruh kepercayaan padamu dan jangan kamu coba-coba untuk merusaknya. Sedikit demi sedikit kamu mendapatkan bagian dari hati saya. Saya harap kamu melakukan yang terbaik saat ini untuk ke depannya. Perjalanan kita masih panjang, kan? Doakan saya supaya terus bisa mengimbangi  langkah kakimu yang, kamu tahu, terkadang terlalu cepat atau kadang juga sangat lambat. Jangan tinggalkan saya dalam jalan setapak yang gelap, pun jangan biarkan saya berjalan sendiri meski ada bulan purnama. Apalah artinya bulan purnama kalau udara dingin menggigit? Bukankah lebih hangat kalau kita jalan bersisian?

Napak tilas dua-puluh-delapan bulan. Banyak hal yang terjadi. Mungkin seperti tali yang dijalin, semakin lama, akan semakin kuat. Kitakah seperti tali yang dijalin itu?

Hai, Partner! Senang sekali saya bahwa ada seseorang yang dengan keras kepalanya –tak kalah keras kepala dengan saya ini– bersikukuh untuk bertahan melakukan petualang  dengan saya. Saya sadar sekali bahwa saya tidak sempurna, banyak hal yang belum bisa saya lakukan, bahkan hal sederhana pun belum sempurna bagi saya. But, I’m glad to know that you can love me as I am and willing to wait for me, the best of me. Thank you.

What I am going to say? Not much, thank you for being my partner for this far. I can be as moist as a cheese cake, but also I can be as rough as diamond. But, however I am, you will still love the same, won’t you?

So, keep stand by my side and let’s be partner forever! Xoxo

Senin, 24 Agustus 2015

Sebuah Puisi Patah Hati

Pada senja yang sendiri
aku menemani secangkir kopi yang kesepian
dengan kekentalan yang lebih,
dengan gula yang sedikit,
dan perasaan dalam hati yang masih sama.
Berharap cara lama masih manjur,
secangkir kopi untuk sebuah patah hati.

4:57pm

Sabtu, 15 Agustus 2015

Hari Bersamanya~

Hadiah ulang tahun yang terlambat. Bukan sebuah kesalahan besar.

Terpisah jarak selama hampir dua bulan ternyata membawa efek yang agak bagus. Nyatanya, saya bisa jatuh cinta juga. Akhirnya setelah hampir dua tahun lamanya. Saya lupa bagaimana memperlakukan orang yang saya sayangi, tapi rasanya dengan dia saya tidak perlu repot-repot. Meskipun kita ada tipe orang yang sama sekali berbeda. 

Dia kemaren bertutur bahwa sungguh aneh bahwa dia bisa jatuh cinta pada orang seperti saya. Dia, ingin sekali dimanja, disayang-sayang, dan ditunjukkan bagaimana kasih sayang dalam tindakan. Tapi saya sama sekali kebalikannya. Ketika saya jatuh cinta kemudian menyayangi seseoranng, saya lebih suka tidak melisankannya, tidak menunjukkannya secara frontal, cukup seperti dalam diam saja. Tapi apa mau dikata, pada akhirnya dialah yang melakukan hal-hal yang dia inginkan. Dan saya, saya menyayanginya dengan cara saya yang diam.

Saya diam terkadang saya malu jika harus mengumbar-umbar kata cinta sementara ujung perjalanan belum terlihat. Jalani sebagaimana adanya saja. Tapi ketika ingin menyampaikan sesuatu, saya menuliskannya, lalu memberinya untuk dibaca. Lambat laun (mungkin) kita terbiasa dengan ritme seperti itu.

Dia pernah mengeluhkan mengapa saya seringkali membuatnya terbang namun sejurus kemudian menghentaknya ke tanah. Saya sering menjawab tidak tahu. Sekarang saya hampir menemukan jawabannya karena saya memikirkannya terus-menerus. 

Mungkin saya seperti itu karena saya tidak mau memberi harapan berlebih, harapan yang cukup saja. Bukankah lebih sakit sebuah harapan kosong? Nah, selain itu juga... mungkin ini akan membuat dia melayang terbang, saya selalu menjatuhkannya ke tanah lagi karena saya tak ingin dia melayang. Kalau dia melayang, dengan siapa saya berpijak? Dengan siapa saya berjalan bersisian? Siapa yang menggandeng tangan saya? Dengan siapa saya akan memandang langit bertabur bintang? 

Katanya dia akan merantau lagi. Ah, padahal belum sampai sebulan kita di pulau yang sama. Kalau dulu dia ingin pergi, saya tidak merasa sedih atau apa. Tapi rupanya sekarang hati saya memang sudah berubah, saya bisa merasa sedih. Bahkan hanya memikirkan sebuah ketidakpastian akan kepergiannya pun membuat nafsu makan saya luntur (atau karena masih kenyang?).

Buku-buku. Mungkin selain dengan makanan, buku-buku adalah hal yang akan bisa membuat saya merasa lebih disayang. Sebagai seseorang yang cukup suka membaca, diberikan buku rasanya sangat bahagia. Dan ketika seseorang yang menyayangi kita memberikan hal yang bisa membuat kita bahagia rasanya seperti disayang sepenuhnya. Karena apa? Karena hal seperti itu seperti dia mau membaur dengan hidup kita meski hidupnya sungguh tidak sama sekali berhubungan dengan hal yang membuat kita bahagia. Tapi bukankah melihat orang yang kita sayang bahagia sudah membuat kita pun cukup bahagia? 

Selang sehari kita bertemu. Dibilang sengaja, iya. Dibilang memaksakan, juga iya. Dibilang  kebetulan, bisa juga. Yang jelas, pertemuan kita harus selalu berkualitas. Di zaman ini rasanya kuantitas tak ada harganya, hanya kualitas yang dijunjung tinggi. Begitu juga dengan pertemuan kita. Meskipun tak sering -juga tak jarang- tapi sebisa mungkin setiap pertemuan kita buat berkualitas, bukan? 

Dalam setiap pertemuan rasanya seperti saya punya banyak hal untuk dikatakan dan dibahas. Tapi yang terjadi adalah saya hanya bertukar cerita ringan yang sering kali tidak penting. Kemudian, rasanya kalau bertemu itu hanya ingin memuaskan diri menatap dia saja. Rindu tidak butuh kata. Rindu saya, butuh dia. 

Bicara soal rindu, bagaimana mekanisme rindu itu? Dia selalu mengucap rindu padahal baru saja bertemu. Dia selalu mengucap rindu, kadang tanpa memikirkan saya yang juga memang rindu tapi lebih memilih diam. Ya, kita berbeda. Saya akan mengira-ngira. Mungkin rindu adalah perasaan yang datang ketika kita usai bertemu, ketika kita sudah lama tak bersua, ketika kita menginginkan pertemuan. Semua benar, bukan? Tapi saya heran, mengapa saya bisa merasa rindu bahkan ketika sedang duduk di hadapannya? Ketika bersamanya dan memikirkan dia akan jauh lagi pun sudah membuat bakal rindu.

Banyak hadiah yang dia berikan untuk saya, tapi sebaliknya. Mungkin hadiah saya untuknya hanya tulisan-tulisan tentang perasaan saya yang sungguh sukar saya lisankan di hadapannya. Jangankan di depannya, di depan-Nya pun sungguh sulit mengatakan keinginan saya. Bukankah Dia selalu tau apa yang dibatinkan setiap hamba-Nya? Setidaknya, begitulah yang saya pikir.

-Pada sore yang sejuk, penuh rindu.

Senin, 10 Agustus 2015

Pesan dari Ego

Setelah membaca tulisan sebelum ini ada Ego yang berbisik. Dia menyampaikan cerita. Ego bilang kemarin Hati datang menemuinya untuk bercerita. Hati berkata pada Ego untuk membantunya menyelesaikan tugas. Namun Ego sempat bertanya beberapa kali sebelum akhirnya Hati menjelaskan bahwa tugas Ego adalah membatu Hati untuk didengar oleh sosok yang diharapkannya agar bisa diperlakukan layaknya hati dengan sepenuhnya, karena Hati bercerita bahwa anggapannya, "Jika sosok itu bisa menerima Hati yang sebelumnya dengan lapang, kenapa tidak dengan saya? Apa yang membedakan saya dengan Hati yang lain?"

Sebelum pergi, Ego sempat berbisik pelan... "Sampaikan maaf pada Cinta karena aku sering menghalanginya sehingga muncul Benci mengambil tempatnya."

Salam,
Zombie.

Pratinjau 731 Hari

Selamat petang! Pada tulisan kali ini saya akan mencoba untuk meninjau kembali langkah-langkah yang sudah saya tempuh selama ini, bersama seseorang yang masih mau bertahan berjalan di samping saya.

Jadi, semua berawal dari jebakan bernama flash back. Memang hal itu sama sekali tidak baik, tapi kalau sedang kurang berperasaan saya sering melakukannya, dan saya tau bahwa hal itu tentu sangat menyakitkan bagi seseorang. Sejauh ini, 731 hari, saya terlalu banyak menoreh luka di hatinya. Untuk itu saya mohon maaf, Zombie.

Beberapa malam yang lalu saya sangat tergoda untuk flash back, bukan untuk apa-apa, hanya ingin mencari inspirasi saja, sih. Saya pun mengorek timeline Facebook saya pada dua tahun yang lalu. Ternyata banyak hal manis yang saya tuliskan di sana. Selain itu, ada juga tautan-tautan blog yang saya bagi di sana. Saya membuka tautan tersebut dan membaca tulisan saya pada waktu itu. Saya tidak menyangka bahwa ternyata saya bisa sekali menuliskan hal-hal se-romantis itu, saya jadi salah tingkah. Ternyata dulu saya bisa total jatuh cinta pada seseorang. Tapi itu dulu.

Dulu saya yang masih ingusan sangat tergiur dengan kisah cinta dalam novel atau film ataupun drama yang seandainya jadi nyata. Dulu saya sangat bahagia bisa mendapatkan sosok laki-laki yang saya adore menjadi kekasih saya, tapi setelah dipikir-pikir semua memang ada masanya. Sekarang cara saya memandang cinta sudah tidak selabil dulu, tidak se-mudah terpengaruh oleh lingkungan input saya, dan tidak berjalan semulus pipi dedek bayi. Dulu dan sekarang, kalau masih sama berarti kita tidak melanjutkan hidup, tidak berkembang, dan tidak mendewasa #tssah. Dulu dan sekarang, semuanya berbeda.

Sebelum mengetik tulisan ini, saya menyempatkan diri untuk membaca tulisan-tulisan saya di masa lalu. Saya lihat bahwa dulu saya sangat optimis sudah move on, tapi sepertinya waktu itu saya terlalu ingin untuk move on sehingga mengawalinya dengan pura-pura. Waktu itu saya ingin lekas sembuh dari kehilangan, saya berusaha menyemangati diri saya dengan menulis hal-hal yang kiranya menunjukkan bahwa saya sudah siap untuk bertemu dengan cinta yang baru. Nyatanya, move on tidak semudah yang pernah saya tuliskan.

Tapi membaca lagi tulisan-tulisan terdahulu membuat saya berpikir ulang mengenai keputusan-keputusan yang sudah saya ambil. Keputusan memulai, mengakhiri, dan memulai lagi. Sampai saat ini saya sedang berada dalam tahap menjalani sesuatu yang secara nekat saya mulai. Pada salah satu tulisan saya mengungkapkan bahwa saat itu saya sedang menulis kisah dan baru sampai pada halaman bab satu. Kini, setelah 731 hari berlalu, rasanya saya dan dia sudah sampai pada halaman bab dua puluh empat.

Sudah jauh perjalanan saya dan dia, Zombie. Sudah berpuluh-puluh, bahkan beratus-ratus halaman cerita yang kami tulis. Kadang saya merasa baru saja kemarin memutuskan untuk memulai cerita baru dengannya sehingga seringkali saya merasa cukup dekat untuk kembali dan melanjutkan cerita yang sudah lama saya akhiri. Setelah membaca kembali tulisan-tulisan dulu, saya menyadari beberapa hal yang membuat saya kembali pada alur cerita yang sedang saya tulis.

Saya menyadari waktu. Ketika mengakhiri cerita terdahulu sudah terlalu lama untuk disebut kemarin. Jelas saja langkah yang sudah saya tapak sejak saat itu hingga detik ini pun sudah terlalu banyak dan  jaraknya jauh sehingga tak akan mudah untuk kembali lagi. Semua orang pasti akan melanjutkan hidup bagaimanapun caranya, bukan? Ketika saya berpikir untuk berbalik dan kembali, sekarang saya akan mengingatkan diri saya bahwa semua tak akan lagi sama seperti sebelumnya. Seharusnya saya konsisten dalam memegang prinsip saya; jalani saja semua tanpa berharap apa-apa dari masa lalu dan fokus pada masa depan karena semua akan tiba pada waktunya. (kurang lebih begitu)

Membaca kembali tulisan-tulisan lama membuat saya sadar bahwa saya sudah memutuskan untuk terus maju, tapi yang terjadi belakangan ini adalah saya maju tapi seringkali menoleh ke belakang untuk membandingkan keadaan. Saya salah. Tidak akan pernah ada yang sama. Pada salah satu tulisan saya pernah menulis bahwa yang lebih baik pasti akan datang setelah saya memutuskan untuk kehilangan. Dan jika saya pikir-pikir lagi ... itu ada benarnya.

Saya memutuskan untuk kehilangan seorang cinta pertama yang menurut saya sangat indah. Kemudian saya didatangi oleh cinta yang lain. Akan datang yang lebih baik. Ya, lebih baik. Apa lagi yang kau butuhkan ketika sudah ada seseorang yang menerimamu apa adanya, berusaha membuatmu terus bahagia, berusaha untuk terus ada, menyemangatimu meski kau telah membuat sebuah kesalahan, mendukung mimpi-mimpimu, dan mau mencoba untuk berbaur dalam hidupmu yang bahkan kau sendiri belum tentu mengerti? Tidak butuh apa-apa lagi.

Zombie. Sosok aneh yang datang menyambut saya dengan kedua tangannya yang terbuka, menerima saya bagaimanapun saya. Ternyata sosok laki-laki idaman dalam novel, drama, maupun film benar-benar ada! Saya tidak mengada-ada atau melebih-lebihkan, tapi jika saya melihat siapa yang saya dapatkan dari sudut pandang orang lain, maka seperti itulah kiranya pendapat saya. Kadang kita tidak harus terus menjadi diri sendiri untuk dapat mensyukuri apa yang telah kita miliki, kan?

Saya harusnya bersyukur mendapatkan seseorang seperti Zombie. Meskipun kadang menyebalkan dan lupa mengontrol emosi, bukankah itu manusiawi? Bagaimanapun dia, saya rasa, saya harus bisa mencoba dan lebih berusaha untuk menerimanya (sebagaimana yang telah saya lakukan sejak awal). Saya sering membuatnya "makan hati", dan dia selalu mau memaafkan saya dengan menyalahkan dirinya sendiri. Tentu saya sadar bahwa saya yang salah, dan bukan hal yang benar kalau dia yang harus menyalahkan dirinya atas kesalahan yang saya lakukan. Selain itu, ketika salah satu dari kami sedang memuncak emosi, maka salah satu dari kami (terutama dan sering kali saya) akan lebih panas dari seharusnya sehingga kami butuh waktu untuk mendinginkan diri maing-masing. Tapi hal seperti itu bukankah wajar-wajar saja?

731 hari, katanya. Sejak saat itu, pada satu malam yang lalu dia berkata bahwa dia sudah menyadari akan sulitnya baginya untuk mendapatkan tempat di hati saya, di mana saya masih menempatkan seseorang terdahulu di dalamnya. Saya sedikit agak paham mengenai maksudnya, tapi saya tidak mau terlalu yakin akan hal itu karena sesungguhnya saya masih ragu-ragu untuk hampir segala hal tentang perasaan yang dulu dan sekarang. Saya cukup tertohok akan kata-katanya pada malam itu. Kata-katanya membuat saya berpikir lagi untuk menjadi seseorang yang lebih peka dan lebih berperasaan. Sampai pada detik ini, setelah pertemuan kemarin, saya rasa saya sudah memberinya tempat di hati saya. Ya, semua akan tiba pada waktunya :)


Pada salah satu tulisan juga saya pernah menyebutkan bahwa saya tidak ingin terlalu total dalam hal memberikan perasaan karena saya sudah tau bagaimana rasanya kehilangan kemampuan untuk merasakan hal-hal itu lagi. Maka pada cerita kali ini saya sering kali mengatakan hal tersebut. Syukurnya Zombie mau menerima hal itu meskipun dia sangat mengharapkan optimalitas dalam hal-hal tersebut dari saya. Saya hanya tidak ingin terlalu total sehingga kehabisan. Sebaiknya memberikan segala hal dalam kadar secukupnya supaya tidak habis. Kepada Zombie, saya harap kamu bisa mengerti mengapa banyak hal yang saya batasi dalam cerita kita, saya tidak ingin berlebihan, secukupnya saja. Saya harap standar ukuran "cukup" bagi saya dan kamu adalah sama sehingga kita bisa menakar segalanya dengan pas.

Sejauh ini beberapa perasaan silih berganti menyusupi hati saya akan berbagai hal. Sebagai perempuan dengan hati yang pernah sangat rapuh, kini hati saya sudah menjadi hati yang penuh kewaspadaan dan tidak ingin menjadi rapuh untuk yang ke-dua kalinya. Salah satu hal yang harus saya lakukan untuk membentuk hati yang tak rapuh lagi adalah dengan mencoba menjadi seseorang dengan hati yang dingin dan keras sehingga tidak mudah meleleh oleh sebuah kehangatan yang biasa. Sebenarnya saya tidak butuh kehangatan, karena kehangatan tentu tidak dibutuhkan saat musim panas, bukan? Yang saya butuhkan adalah kenyamanan, karena bagaimana pun kondisinya, jika sudah nyaman maka tak ada alasan untuk tidak tinggal.

Sejauh ini kenyamanan yang saya maksud datang dan pergi. Ada waktu-waktu di mana kenyamanan itu pergi, dan ketika itu saya hanya mencoba untuk "bersikap baik". Dan ketika kenyamanan itu sudah datang, maka saya hanya ingin menahan kenyamanan itu untuk waktu yang lama. Karena saat kenyamanan itu datang, saya merasa sangat beruntung ada seseorang seperti Zombie yang mau repot-repot berurusan dengan hati saya.

Ada beberapa pertanyaan dari Zombie, tapi saya hanya akan menjawab satu saja karena saya rasa yang satu itu sudah akan mewakili pertanyaan lainnya. Apakah sudah ada tempat di hati saya untuk dia? Saya akan memberikan jawaban sudah. Tinggal menunggu (maaf karena kamu harus menunggu lagi, Zombie) sedikit lagi sampai tiba waktunya untuk semuanya menjadi seperti yang kita inginkan.

Tujuh ratus tiga puluh satu hari. Bukan waktu yang singkat dan tidak sedikit langkah yang kita ayun. Sudah terlalu jauh untuk kembali, lebih baik fokus pada apa yang akan ditemui di masa depan. Kita memang tidak pernah tau bagaimana takdir kita dirancang, tapi tidak pernah salah jika kita terus berusaha. Bukankah bahkan Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang jika seseorang itu sendiri tidak mau berubah? :)


Tulisan ini panjang, ya. Namanya juga pratinjau, banyak hal yang harus dievaluasi dan ditinjau ulang sebelum melanjutkan ke langkah berikutnya.

Selamat malam :)
<3 #2724

Sabtu, 01 Agustus 2015

Aku Bisa Mencintaimu Melalui Lagu

Tertanggal 26 Juli 2015

Tulisan ini mungkin akan membuatmu sedikit merasa sakit hati, tapi percayalah, aku tidak bermaksud demikian. Aku hanya ingin mencoba sedikit demi sedikit membuatmu melihat diriku sebagaimana aku. Mungkin aku aneh, tapi kurasa kamu bisa menerimanya.

Rasanya hidupku akan sepi dan tidak berperasaan tanpa musik. Sehari saja tidak memanjakan kuping dengan satu-dua lagu, rasanya hidup seperti datar-datar saja.

Dengan jarak yang memisahkan kita, dan waktu yang sedikit untuk kita, jujur saja, saya merasa kesal dan ingin putus saja. Boleh dibilang saya cepat menyerah, apalagi dalam hubungan. Sebelumnya juga begitu (hati saya mulai cenat-cenut untuk memutar memori lama), putus karena tak ada waktu untuk  bertukar kabar. Saya sakit hati ditinggal-tinggal, terlebih itu membuat saya menunggu hal yang tak pasti kapan datangnya. Kabar darimu itu, saya tidak tahu kapan akan tiba.

Saya selalu benci menunggu. Menunggu membuat saya seperti orang yang tak punya kerjaan sehingga masih punya waktu untuk menunggu orang lain. Tapi sayangnya saya tidak bisa membuat orang lain untuk tidak menunggu saya. Maafkan saya membuat kamu sering menunggu, bahkan hingga detik kamu membaca kalimat ini punkamu masih menunggu, kan? Menunggu di depan pintu hati saya sampai kamu dipersilakan masuk.

Saya memang benci menunggu, tapi saya lebih benci pada diri saya yang kerap melakukan sebuah penantian. Lelah. Bosan. Kesal. Jika ada kata yang maknanya berkenaan dengan ketiga kata itu, maka itu juga yang saya rasakan. Saya mulai lelah mengatur emosi; kapan harus tidak kesal, kapan harus lega, kapan harus simpati, kapan harus merasa ini dan itu. Meski begitu, toh saya tetap menunggu kabar darimu yang memang selalu terlambat datang. Saya sungguh merasa seperti orang bodoh karena menunggu, karena melakukan hal yang saya benci.


Minggu, 19 Juli 2015

Invisible!

#1: The Invisible You

Now I'm talking about you. Yes, you're the one invisible before you came. I did not even know you. But then you came along and tried to get closer and know me more. Before the time brought you to me to see, I had never seen you. Yes, you're invisible because I was looking at someone else and was focus only on him no matter what's going on. You just came like a candle in the dark, like a moon in the night. In the previous, you're just the light on the bright and the star in the day, invisible. All I saw was him, and never been you. Eventually, you came around and tried to be seen. You brought the dark so that I could see your light. You brought the night so I could see your silver shine. It was never easy, though, but you've never given up even until this day, the day I wrote this post, the day you read this post. Am I wrong? Tell me if I was wrong, correct me.

You're the invisible one. It's gonna take a super long time for me to see you. Even it's almost two years, I could still barely to look at you that clear. It is often blurry for me. But, as you did, I don't want give up this soon. Day by day I try to convince myself and heart that it is possible to fall in love with you. At once or twice or thrice, I really felt that kind of feeling and was totally sure about what I feel. But then, it disappears. What a shame. But to think of losing you, of separating from you, or of not connected to you makes me desperate. Is that what they call love? 

All this time, for the very first time I knew you, I always think and treat you as my best friend. More and more, as my brother. It is so hard to place you as my lover, as what is happening. Should I do an apologize for this? Well, sorry. The core that I can tell you is when I'm around you, I feel like sheltered and warm. Is that what they call love?

I know, I'm never bored to write this kind of stuff. It is just because I want you to know my progress in process to love you. As the same question you always ask, slowly I'll let you find the answer by yourself by this writing because I could not always give you any direct or quick answer because me myself don't even know the answer surely yet. I hope you'll understand (again) this time.

For me, you're just still a little bit more invisible. Let us let the time to do its job. If you're my destiny, we'll see the ending that I will be able to see you clearly as you are, not be within the shadow of anyone else.

#2: The Invisible Love

Everybody knows that love is invisible. It only can be felt. I also know it, so you do, right? But here I talk about the real invisibility of love. I feel it, but I could barely 'see' it. You know, people sometimes feel like they could 'see' it, but I don't at all. Do you? Whether it is shown by action of giving something or treating well on someone. I see those kind of thing, but I do not 'see' the love along with those. Let me simplify this route of writing... I mean, love is really invisible, at least now for me.

I know we both know that you often do many simple sweet things for me, or give me some unpredictable (and sometimes predictable) simple sweet stuffs. In some moments, I could feel the feeling that you tried to show or deliver by those gifts. Unluckily, I often felt like flat when you did those. I know that I should apologize you for this. But, trust me, I felt happy and I do. I feel that your feeling is true and real. The simpler thing that you give, the more affection I feel. Because the simpler you give, the more you care.

We can not touch the love, but we can fall into it, even we sink into it. How does love look like? Is it as what people draw? It is truly red or pink?

There are so many things that I can not figure out about love. There are so many perspectives about love. There are so many kinds of love. There are so many ways to show your love to someone. For me, love is still invisible to see.

I'm not sure how to explain about this invisibility, but I always think that you understand my meaning. Nobody will understand the love between us, but we do know it very well. People may see that the relationship between us is a bit strange or abnormal. You always say, that maybe people act normally as they think so that what we do is abnormal. The reversal is, what we do is normal and what they do is out of normal because the normality of nowadays is actually exaggerate. Please, correct me about you words!

Maybe (I'm listening to Not A Bad Thing by Justin Timberlake) it's not such a bad thing to fall in love with you. All of the weirdness, the abnormality, the difference, and the undefinable love between us, that people will hardly understand, are the colours of our love. So, love is not only about red and pink, right? Still, love is invisible. Even though so, we believe that love still stand between us. My question is, "Will the love still stand between us 'til the end of time?"

#3: The Invisible Distance

As we know together, since a month ago, we're separated by the distance. You said it'd be two weeks, then a month, at last it would be more than a month. It was hard at first, but we know we can pass this period of distance. As a human, we should be able to adapt with a new situation. Slowly but sure, we're gonna get it as a common thing. Day by day, the quality time we have to share is getting less. I think, from the little time we have, the more we feel the distance. The far distance feels like close. The distance of our bodies is far, but the distance of our souls is close. As close as the good night text, or as the love words you say before I fall asleep.

Distance. People could measure the distance between the position of me and you. But no one could measure the distance we have of our heart. Invisible.

The invisible distance we have makes people hard to identify how close we are. Sometimes we seem like the strangers meet each other, but in the other time we may seem like each other's half part of soul. Sometimes the distance between us is as close as the upper and bottom lips meet together. At the another sometimes, the distance between us is as far as the Sun to the Pluto. At least, that's all what I feel. How about you? Have you ever felt the invisible distance separates us that far or close? 

This is strange but is the reality. I've ever felt the very far distance with you when we're so close together. I didn't really know, maybe it was just because of my thought was going somewhere at that time. It might be also because of the heart of mine could not accept yours at that time. Yes, there was a time when I have to close my heart for you and it would still be like that for a long time. When it happened, I know that you're suffering to act as normal as possible. In the reality, you're hurt. But, at that time I did not have any idea of what to do. Thank you for understanding me :)

The distance. Now it separates us, the time is also joining it. As the time passed by, you know, everything's gonna feel normal with every new thing. The time flies away so fast! Every night runs somehow, leaving the time for us just a little while, like a glance! Your text is in, wuzz, it's already midnight and I gotta sleep! You stay up late waiting for the morning to come, waiting for me to wake up, send me a good morning text, and everything should happen in hurry. Everyday feels like that. Everyday for this month. Everyday along the distance between us. But the love keeps the distance between us being meaningless.

It is magic! Distance. We both know we are separated by the distance, but there's an invisible distance that makes us stick together, that makes us feel we're side by side. I tell you I miss you this way. No matter how far the distance, no matter how long the time left, I'm waiting for your coming home. Soon. You know, you feel it, the distance tortures you. It makes you sick of missing me, right? :p Okay, all we need is just a little patience, my Zombie :)

###
Every invisible thing above came from a refrain that I had ever sung on the way got home. 
~ The invisible you,
the invisible love,
the distance is invisible between me and you...
I fall in love by the blind eyes to see the invisible you.
I feel the love by the blind heart to identify the invisible love.~

Invisible. Describe me more things by that word, please... All seems invisible for me. Help me to see those things clearly. We would make every step ahead together, I want to see what you see too. 

Kamis, 09 Juli 2015

Percakapan Pagi Ini

Sebangun sahur pukul 03.24 WITA, saya mengulet sebentar sebelum mengumpulkan seluruh kesadaran untuk bangkit dari kasur. Hal pertama yang saya lakukan adalah mengecek keadaan seseorang di seberang dua pulau sana dengan menghubungi nomor handphonenya. "Nomor yang Anda tuju sedang sibuk. Silakan mencoba beberapa saat lagi." ternyata si mbak operator memberitahukan bahwa dia masih terjaga. Setelah itu, saya membeli paket SMS (iya, masih memakai teknologi SMS, karena hape terlalu canggih untuk memasang aplikasi-aplikasi perpesanan xD).

Usut punya usut, ternyata dia sedang tidak dalam keadaan good mood. Katanya sih karena hal sepele, tapi hal sepele yang dimaksud adalah hal yang besar jika saya yang terlibat. Maksudnya,  kalau saya yang sedang berkaitan langsung dengan "hal sepele" itu, maka statusnya bukan sepele lagi. Nah, tapi kenapa jika dia yang berkaitan, meski tidak langsung, maka statusnya sepele? Apakah dia sedang mengelabui dirinya sendiri? Entahlah, dia selalu begitu: bertingkah seolah semuanya baik-baik saja dengan harapan dirinya pun akan tertipu dengan kepura-puraannya, tapi sayang, dia tak pernah tertipu oleh dirinya sendiri.

Selesai santap sahur, komunikasi terputus sejenak oleh hal yang tak bisa diganggu. Maka, kesensiannya pun naik satu tingkat, dua tingkat, sampai berkuadrat-kuadrat. Entah sedang PMS atau apa. Susah sekali membujuknya (atau saya memang tipe orang yang tidak mau bersusah-payah membujuk?).

Maka, bermuaralahh kita pada obrolan melalui akun Facebook. Terlihat sekali saya bukan orang yang mau bersusah payah membujuk, tapi setidaknya saya mencoba :v Obrolan kita bersifat fluktuatif, naik-turun emosi yang dimainkan, rasa-rasanya dia sudah mulai tidak merajuk lagi, tapi yang sebenarnya belum tentu seperti yang saya duga, bukan? Dia memang tidak pernah tertipu oleh dirinya sendiri, tapi saya sering kali tertipu olehnya -_- Obrolan pun berakhir dengan sebuah pertanyaan yang dia ajukan, "Apa yang saya lakuin selama ini, menurutmu masih kurangkah?"

Hmm... hal ini susah untuk diungkapkan jawabannya. Kalau ditilik, semua yang sudah dia lakukan itu cukup! Bahkan, kalo dipikir dari sudut pandang sebagai orang lain apa yang sudah dia lakukan itu lebih dari cukup. Tapi, kenapa hati ini masih sering diliputi keraguan ketika hendak mendeklarasikan keyakinannya akan perasaan terhadap dia?

Terlepas dari itu semua, jarak yang jauh terbentang di antara kita sekarang membuat saya sering kali merasa ada yang hilang :) ada saja hal yang terasa kurang lengkap karena tidak bersamanya, ada saja yang membuat hati ini terasa sedikit perih, terutama ketika melihat yang lain bisa bersama "dia" mereka. Untuk menenangkan diri, saya mencoba untuk menarik diri saya yang dulu untuk menguatkan rapuhnya saya yang sekarang. Diri saya yang dulu, yang ke mana-mana bisa sendiri dan bukan masalah, yang ngapa-ngapain mengandalkan diri sendiri, semua saya tarik kembali untuk menutupi saya yang merasa tak lengkap ini. Apakah itu sudah cukup untuk bisa menjawab pertanyaannya?

Saya ingin kamu segera pulang supaya kita lekas bersua :)

Selamat pagi!

Rabu, 06 Mei 2015

surat cinta

Cinta. 

Apa itu cinta? Perasaan di antara dua atau hanya sendiri.
Kapan datangnya? Ketika sudah biasa bersama hingga muncul perasaan aman, nyaman, dan bahagia.

Adalah mungkin cinta yang selalu datang bersama rindu. Namun bersama cinta pun mengalir air mata. Juga dihantui sakit hati dan kecewa hingga luka. Cinta selalu butuh waktu. Untuk berpindah ataupun tumbuh. Cinta, jika sudah tergenggam, jangan erat-erat, biasa saja.

Cinta, jika sudah menghinggapiku akan sulit jadinya.

Utama jika kamu acuh. 

Aku takut mendekap cinta karena cinta pernah menoreh luka. Siapa yang tak trauma? Bukan aku. Sekali lagi waktu hantarkan cinta untuk kudekap. Belum kupeluk, baru kupandangi takut-takut. Rasanya sudah merasuk, tapi cinta itu masih di sana. Tak berani kupeluk, sungguh.

Kilasan rasa pedih terus terbayang samar-samar di pelupuk mata.

Kau, berdiri berdampingan dengan cinta, tersenyum tanpa lelah menanti. Mungkin kau jemu, tapi tak menyerah.

Aku, dengan keraguanku, menerawang jauh melihat masa depan. Apakah kau yang di sana bersamaku, ataukah orang lain?

Akhirnya kau menyerah pada penantianmu, kau menghampiri dan menggandengku, berbisik "Jangan takut!" dan mengajakku melangkah.

Kita sedang berpetualang kecil. Aliran anak sungai atau jalan menanjak atau rintisan hujan atau dahaga dan lapar atau terik matahari. Terkadang kita tiba pada rasa letih yang mendera, namun janji delusi akan pemandangan indah yang akan sepadan membuat kaki ini tak mau berhenti melangkah.

Kita. Aku. Kamu. Cinta.
Ini sebuah petualangan kecil.

-Februari 2015

Senin, 27 April 2015

double twenty

source
Secondly, it is finally the twentieth twenty seven. Since a month ago (if I'm not mistaken), I've been thinking about this double twenty. Seems special, and I hope it really is.

Being with someone in twenty months isn't so easy. Especially for him. Being with me maybe a little mistake but sweet. It is hard to face my mood, habits, and my stubbornness. But he did well so far. Even though, he often made me mad and upset and angry, but also happy and smile and laugh.

Twenty months do not a short period of time. But it is short at the same time.

source
The first twenty, it is the twentieth April twentieth. The second decade of my life. Yeah, my life's getting shorter and i don't know when I will leave this life. It's a bit scaring to think about how the time flies this fast. The more pressures also come. So many things have to be done, it feels like so.

It is not easy to pass through this twenty years old. But, there's nothing that I cannot do as long as I believe that Allah never leave me even a second. And also, the parents who always be by my side and support me in their prayers and silence. 

Maturity. The biggest challenge, I think. As the time pass by, the process of being a woman from a girl could be seen in the end. The people around me, they help me to achieve that phase. The one, who often says that he loves me, he gives me strength and always be a good listener (after Allah) and always be my brother, my best friend, and my soulmate. 

Gifts. There was no gift as many as the previous birthday. But there was a surprise from the close friends. A real surprise because I really didn't have any idea of that kind of thing. Smile, that's the only way to express my emotion of happiness and being surprised. Thanks!

Double twenty. Special though. Really mean it ^_^ 
Thank God for this life.
Thanks Mom and Dad and sister for being in my life.
Thanks Kevin Gibran for being someone whom I dream to be in my future.
Thanks all friends, best friends, and close friends for bringing colours into my life and make it more alive.

What a precious twenty(s) is (are) in this year :D
Sejak kapan cinta jadi begitu sulit?
Sejak kau jatuh di dua hati.
Sejak ada yang jatuh pada masa lalu.
Sejak kapan cinta jadi begitu menyakitkan?
Sejak cinta membuatmu patah hati.
Sejak ada yang ke-dua.
Sejak kapan cinta jadi begitu menyedihkan?
Sejak orang yang kau cintai mengabaikan perasaanmu.
Sejak masa lalu lebih mendominasi.


Selasa, 10 Maret 2015

It Has Been 16 Months Already

16 months. I never expected that we will keep being together. Yet, i have to admit that i'm a bit admiring you because of your stubborness to stay with me who is like a stone, you said. But i think it still needs more time. Much more time, dude. Will you stay?

It has been 16 months. Sometimes the memory came to me and screw it all. But, when i have fallen, it will hard for me to stand up. When i have fallen, please hold me tight.

It is cliche! What i have written is just like nothing.

What i want to say is... It has been 16 months. Try to look back what we have through, cieeee

It has been 16 months, is there any other 16 months for us? Let us see, then.