Senin, 10 Agustus 2015

Pratinjau 731 Hari

Selamat petang! Pada tulisan kali ini saya akan mencoba untuk meninjau kembali langkah-langkah yang sudah saya tempuh selama ini, bersama seseorang yang masih mau bertahan berjalan di samping saya.

Jadi, semua berawal dari jebakan bernama flash back. Memang hal itu sama sekali tidak baik, tapi kalau sedang kurang berperasaan saya sering melakukannya, dan saya tau bahwa hal itu tentu sangat menyakitkan bagi seseorang. Sejauh ini, 731 hari, saya terlalu banyak menoreh luka di hatinya. Untuk itu saya mohon maaf, Zombie.

Beberapa malam yang lalu saya sangat tergoda untuk flash back, bukan untuk apa-apa, hanya ingin mencari inspirasi saja, sih. Saya pun mengorek timeline Facebook saya pada dua tahun yang lalu. Ternyata banyak hal manis yang saya tuliskan di sana. Selain itu, ada juga tautan-tautan blog yang saya bagi di sana. Saya membuka tautan tersebut dan membaca tulisan saya pada waktu itu. Saya tidak menyangka bahwa ternyata saya bisa sekali menuliskan hal-hal se-romantis itu, saya jadi salah tingkah. Ternyata dulu saya bisa total jatuh cinta pada seseorang. Tapi itu dulu.

Dulu saya yang masih ingusan sangat tergiur dengan kisah cinta dalam novel atau film ataupun drama yang seandainya jadi nyata. Dulu saya sangat bahagia bisa mendapatkan sosok laki-laki yang saya adore menjadi kekasih saya, tapi setelah dipikir-pikir semua memang ada masanya. Sekarang cara saya memandang cinta sudah tidak selabil dulu, tidak se-mudah terpengaruh oleh lingkungan input saya, dan tidak berjalan semulus pipi dedek bayi. Dulu dan sekarang, kalau masih sama berarti kita tidak melanjutkan hidup, tidak berkembang, dan tidak mendewasa #tssah. Dulu dan sekarang, semuanya berbeda.

Sebelum mengetik tulisan ini, saya menyempatkan diri untuk membaca tulisan-tulisan saya di masa lalu. Saya lihat bahwa dulu saya sangat optimis sudah move on, tapi sepertinya waktu itu saya terlalu ingin untuk move on sehingga mengawalinya dengan pura-pura. Waktu itu saya ingin lekas sembuh dari kehilangan, saya berusaha menyemangati diri saya dengan menulis hal-hal yang kiranya menunjukkan bahwa saya sudah siap untuk bertemu dengan cinta yang baru. Nyatanya, move on tidak semudah yang pernah saya tuliskan.

Tapi membaca lagi tulisan-tulisan terdahulu membuat saya berpikir ulang mengenai keputusan-keputusan yang sudah saya ambil. Keputusan memulai, mengakhiri, dan memulai lagi. Sampai saat ini saya sedang berada dalam tahap menjalani sesuatu yang secara nekat saya mulai. Pada salah satu tulisan saya mengungkapkan bahwa saat itu saya sedang menulis kisah dan baru sampai pada halaman bab satu. Kini, setelah 731 hari berlalu, rasanya saya dan dia sudah sampai pada halaman bab dua puluh empat.

Sudah jauh perjalanan saya dan dia, Zombie. Sudah berpuluh-puluh, bahkan beratus-ratus halaman cerita yang kami tulis. Kadang saya merasa baru saja kemarin memutuskan untuk memulai cerita baru dengannya sehingga seringkali saya merasa cukup dekat untuk kembali dan melanjutkan cerita yang sudah lama saya akhiri. Setelah membaca kembali tulisan-tulisan dulu, saya menyadari beberapa hal yang membuat saya kembali pada alur cerita yang sedang saya tulis.

Saya menyadari waktu. Ketika mengakhiri cerita terdahulu sudah terlalu lama untuk disebut kemarin. Jelas saja langkah yang sudah saya tapak sejak saat itu hingga detik ini pun sudah terlalu banyak dan  jaraknya jauh sehingga tak akan mudah untuk kembali lagi. Semua orang pasti akan melanjutkan hidup bagaimanapun caranya, bukan? Ketika saya berpikir untuk berbalik dan kembali, sekarang saya akan mengingatkan diri saya bahwa semua tak akan lagi sama seperti sebelumnya. Seharusnya saya konsisten dalam memegang prinsip saya; jalani saja semua tanpa berharap apa-apa dari masa lalu dan fokus pada masa depan karena semua akan tiba pada waktunya. (kurang lebih begitu)

Membaca kembali tulisan-tulisan lama membuat saya sadar bahwa saya sudah memutuskan untuk terus maju, tapi yang terjadi belakangan ini adalah saya maju tapi seringkali menoleh ke belakang untuk membandingkan keadaan. Saya salah. Tidak akan pernah ada yang sama. Pada salah satu tulisan saya pernah menulis bahwa yang lebih baik pasti akan datang setelah saya memutuskan untuk kehilangan. Dan jika saya pikir-pikir lagi ... itu ada benarnya.

Saya memutuskan untuk kehilangan seorang cinta pertama yang menurut saya sangat indah. Kemudian saya didatangi oleh cinta yang lain. Akan datang yang lebih baik. Ya, lebih baik. Apa lagi yang kau butuhkan ketika sudah ada seseorang yang menerimamu apa adanya, berusaha membuatmu terus bahagia, berusaha untuk terus ada, menyemangatimu meski kau telah membuat sebuah kesalahan, mendukung mimpi-mimpimu, dan mau mencoba untuk berbaur dalam hidupmu yang bahkan kau sendiri belum tentu mengerti? Tidak butuh apa-apa lagi.

Zombie. Sosok aneh yang datang menyambut saya dengan kedua tangannya yang terbuka, menerima saya bagaimanapun saya. Ternyata sosok laki-laki idaman dalam novel, drama, maupun film benar-benar ada! Saya tidak mengada-ada atau melebih-lebihkan, tapi jika saya melihat siapa yang saya dapatkan dari sudut pandang orang lain, maka seperti itulah kiranya pendapat saya. Kadang kita tidak harus terus menjadi diri sendiri untuk dapat mensyukuri apa yang telah kita miliki, kan?

Saya harusnya bersyukur mendapatkan seseorang seperti Zombie. Meskipun kadang menyebalkan dan lupa mengontrol emosi, bukankah itu manusiawi? Bagaimanapun dia, saya rasa, saya harus bisa mencoba dan lebih berusaha untuk menerimanya (sebagaimana yang telah saya lakukan sejak awal). Saya sering membuatnya "makan hati", dan dia selalu mau memaafkan saya dengan menyalahkan dirinya sendiri. Tentu saya sadar bahwa saya yang salah, dan bukan hal yang benar kalau dia yang harus menyalahkan dirinya atas kesalahan yang saya lakukan. Selain itu, ketika salah satu dari kami sedang memuncak emosi, maka salah satu dari kami (terutama dan sering kali saya) akan lebih panas dari seharusnya sehingga kami butuh waktu untuk mendinginkan diri maing-masing. Tapi hal seperti itu bukankah wajar-wajar saja?

731 hari, katanya. Sejak saat itu, pada satu malam yang lalu dia berkata bahwa dia sudah menyadari akan sulitnya baginya untuk mendapatkan tempat di hati saya, di mana saya masih menempatkan seseorang terdahulu di dalamnya. Saya sedikit agak paham mengenai maksudnya, tapi saya tidak mau terlalu yakin akan hal itu karena sesungguhnya saya masih ragu-ragu untuk hampir segala hal tentang perasaan yang dulu dan sekarang. Saya cukup tertohok akan kata-katanya pada malam itu. Kata-katanya membuat saya berpikir lagi untuk menjadi seseorang yang lebih peka dan lebih berperasaan. Sampai pada detik ini, setelah pertemuan kemarin, saya rasa saya sudah memberinya tempat di hati saya. Ya, semua akan tiba pada waktunya :)


Pada salah satu tulisan juga saya pernah menyebutkan bahwa saya tidak ingin terlalu total dalam hal memberikan perasaan karena saya sudah tau bagaimana rasanya kehilangan kemampuan untuk merasakan hal-hal itu lagi. Maka pada cerita kali ini saya sering kali mengatakan hal tersebut. Syukurnya Zombie mau menerima hal itu meskipun dia sangat mengharapkan optimalitas dalam hal-hal tersebut dari saya. Saya hanya tidak ingin terlalu total sehingga kehabisan. Sebaiknya memberikan segala hal dalam kadar secukupnya supaya tidak habis. Kepada Zombie, saya harap kamu bisa mengerti mengapa banyak hal yang saya batasi dalam cerita kita, saya tidak ingin berlebihan, secukupnya saja. Saya harap standar ukuran "cukup" bagi saya dan kamu adalah sama sehingga kita bisa menakar segalanya dengan pas.

Sejauh ini beberapa perasaan silih berganti menyusupi hati saya akan berbagai hal. Sebagai perempuan dengan hati yang pernah sangat rapuh, kini hati saya sudah menjadi hati yang penuh kewaspadaan dan tidak ingin menjadi rapuh untuk yang ke-dua kalinya. Salah satu hal yang harus saya lakukan untuk membentuk hati yang tak rapuh lagi adalah dengan mencoba menjadi seseorang dengan hati yang dingin dan keras sehingga tidak mudah meleleh oleh sebuah kehangatan yang biasa. Sebenarnya saya tidak butuh kehangatan, karena kehangatan tentu tidak dibutuhkan saat musim panas, bukan? Yang saya butuhkan adalah kenyamanan, karena bagaimana pun kondisinya, jika sudah nyaman maka tak ada alasan untuk tidak tinggal.

Sejauh ini kenyamanan yang saya maksud datang dan pergi. Ada waktu-waktu di mana kenyamanan itu pergi, dan ketika itu saya hanya mencoba untuk "bersikap baik". Dan ketika kenyamanan itu sudah datang, maka saya hanya ingin menahan kenyamanan itu untuk waktu yang lama. Karena saat kenyamanan itu datang, saya merasa sangat beruntung ada seseorang seperti Zombie yang mau repot-repot berurusan dengan hati saya.

Ada beberapa pertanyaan dari Zombie, tapi saya hanya akan menjawab satu saja karena saya rasa yang satu itu sudah akan mewakili pertanyaan lainnya. Apakah sudah ada tempat di hati saya untuk dia? Saya akan memberikan jawaban sudah. Tinggal menunggu (maaf karena kamu harus menunggu lagi, Zombie) sedikit lagi sampai tiba waktunya untuk semuanya menjadi seperti yang kita inginkan.

Tujuh ratus tiga puluh satu hari. Bukan waktu yang singkat dan tidak sedikit langkah yang kita ayun. Sudah terlalu jauh untuk kembali, lebih baik fokus pada apa yang akan ditemui di masa depan. Kita memang tidak pernah tau bagaimana takdir kita dirancang, tapi tidak pernah salah jika kita terus berusaha. Bukankah bahkan Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang jika seseorang itu sendiri tidak mau berubah? :)


Tulisan ini panjang, ya. Namanya juga pratinjau, banyak hal yang harus dievaluasi dan ditinjau ulang sebelum melanjutkan ke langkah berikutnya.

Selamat malam :)
<3 #2724

Tidak ada komentar:

Posting Komentar