Selasa, 08 Oktober 2013

Bolpen, Kopi, dan Sedikit Misteri

Di satu senja yang biasa saja, di bawah naungan langit yang mulai ditinggalkan surya dengan menyisakan semburat nila dan jingga...

Dia di sana, berlalu dengan langkah tergesa menuju sekret. Dan tak lama kemudian kembali. Ketika hampir jauh, aku memanggilnya. Ia menoleh dan menghampiriku, duduk di sampingku.

Senja yang mulai berganti malam membuat lampu sekitar kampus mulai dinyalakan. Kumandang adzan Maghrib pun menggema, menyerukan panggilan pada umat agar bersujud sejenak merendah di hadapan-Nya. Aku dan dia diam sejenak.

Pembicaraan yang cukup menarik dan tentang banyak hal pun membuat waktu seperti teracuhkan. Dan di sela pembicaraan, sebuah bolpen hijau kau acungkan dan memintaku untuk menerimanya sebagai ganti milikku yang kau rusak sedikit.

-

Malam beranjak menuju puncak. Ketika rembulan belum terlihat karena rotasi, ketika bintang-bintang menjaga malam tanpa pamrih, ketika kantuk mulai membelai. Ketika semua tengah terlibat dalam pembicaraan yang menarik, bagiku yang menarik itu memerhatikanmu.

Ketika kantuk semakin membelai kelopak mata yang tak berdaya, memerhatikanmu bisa membuatnnya sedikit bertahan. Dan kau mengulurkan tangan yang memeluk segelas kopi yang tinggal separuh, "Nih, kopi!"

Aku bergantian memerhatikanmu dan gelas kopi, lalu tersenyum. "Boleh... boleh," aku meraihnya.

Rasanya... pahit, layaknya kopi. Dan manis, layaknya tambahan gula ke dalam kopi. Rasionya 50:50, mengingatkanku akan rasa kopi yang ku buat. Satu teguk, dan aku mengembalikannya padamu.

Ketika kau hendak beranjak, kau menyerahkan kembali segelas kopi yang kini tinggal seperempat. "Nih, minum dah!"

-

Belakangan, kabar dari Zombie berisi tentang apa yang dirasakannya. Ada rasa yang lebih dalam hatinya. Ada rasa yang tak bisa dihindari oleh hatinya. Dan di hatinya, ada ruang kosong yang tersedia.

Zombie memaksa agar ku percayai apa yang ia kabarkan. Tapi sulit ketika belum ada bukti real, tentu saja. Tapi Zombie terus meyakinkanku hingga akhirnya... aku mulai menyadari adanya hal-hal yang berbeda.

Tak hanya kabar dari Zombie, beberapa pertanyaan yang terlontar membuatku mulai mempertanyakan seperti apakah kami dilihat dari sisi mereka?

"Kamu siapanya dia?"
"Adeknya. Kenapa?"
"Masa? Kayaknya deket sekali gitu. Kirain keluargaan ato apa..."
"...."

"Keluarganya dia?"
"Siapa?"
"Dia..."
"Ha? Ndak... adeknya," 
"Adek kandung ato sepupu?"
"Adek-adekannya, kenapa?"
"Masa? Kok akrab sekali... Kirain keluargaan,"
"...."

Sedikit misteri yang belum terbuka.

1 komentar: